Cerita Horor : Menggapai Puncak Mahameru, Siapa Kakek di Luar Tenda Kami?

Foto : lpmkompen.com
Gunung Semeru yang memiliki puncak bernama Mahameru semakin ramai dikunjungi warga lokal dan mancanegara. Bagi yang sudah pernah menggapai puncak tertinggi di pulau Jawa itu, pasti mengetahui pos Arcapada (baca: Arcopodo). 

Yaitu, tempat perbatasan vegetasi hutan dan pasir yang berat untuk dilalui oleh setiap pendaki.

Meski banyak mengetahui keberadaan pos Arcapada, tetapi tak banyak yang mengetahui adanya dua arca tersebut.

Arca adalah patung yang dipahat menyerupai orang atau hewan, sedangkan pada dapat diartikan sama atau sepasang. Arcapada itu sebenarnya tidak berada di pos tersebut.

Setelah dipublikasikan oleh Almarhum Norman Edwin, keberadaan sepasang arca ini seolah tenggelam dalam cerita-cerita para pendaki Gunung Semeru.

Namun, bagi beberapa pendaki yang pernah menginap di pos Arcapada ini, pasti memiliki cerita mistis tersendiri. Salah satunya adalah waktu aku mendirikan tenda di lahan sempit dengan tepian jurang yang mematikan.

Aku bersama 2 kawan, Bagas dan Ari, berhasil mendirikan tenda di lahan yang sempit itu sebelum matahari tenggelam di ufuk barat.

Desiran angin yang kencang di bawah pohon cemara membuat mataku seolah ingin terpejam. Ternyata, hari itu tak ada pendaki lain yang mendirikan tenda di pos Arcopodo.

Selama pendakian dari Ranu Pani hingga melintasi Ranu Kumbolo, Oro-oro Ombo, Kalimati hingga mencapai di pos Arcopodo.

Aku dan dua rekanku tidak mengalami hal mistis selama perjalanan pendakian.

Namun, saat menginap di pos itu, kami merasakan hal berbeda.

Kami bertiga merasakan berinteraksi dengan makhluk astral.Benar-benar merasakan, melihat dan berkomunikasi dengan hantu-hantu di pos itu.

Awalnya kami tak terbesit untuk merasakan hal-hal mistis itu. Hingga sekitar pukul 19.00 WIB, seusai memasak dan bersiap menyantap hasil masakan di depan tenda kami.

Kami bertiga secara bersamaan mendengar lengkingan tertawa seorang wanita dari kejauhan.
Mendengar tawa khas itu, kami bertiga saling menatap dan mencari sumber suara wanita tertawa tersebut.


Tak lama berselang di antara kami pun berbisik agar tak menghiraukan suara tertawa tersebut. Kami pun kembali melanjutkan aktivitas untuk menyantap makanan.

Sebelum habis makanan kami, sekitar 20 meter dari tenda kami, ada bayangan putih yang terbang melintas diiringi cekikikan seperti sebelumnya.

Sadar dengan situasi itu, aku dan dua kawanku mengacuhkan lagi gangguan itu. Ternyata tak berhenti sampai di situ, sosok bayangan putih itu semakin mendekat dari lokasi kami.

"Sudah biarin aja dia polah, kita tetap fokus, pura-pura nggak tahu aja kita," bisik Ari kepadaku dan Bagas.

"Kami di sini nggak ada niatan buruk," ujar Ari sembari tangannya bergetar memegang botol minum.

"Kami juga ngucapin salam dan berdoa sebelum masuk jalur pendakian gunung ini," kata Ari lagi memberanikan diri untuk berkomunikasi.

Sementara aku dan Bagas diam seribu bahasa. Tak lama berselang, Bagas langsung berdiri usai menghabiskan makanannya.

Bagas berseloroh..."Mohon jangan ganggu kami ya," sembari akan memasuki tenda.

"Salam....A’udzubillah Himinas Syaiton Nirojiim...," kata Ari dengan diteruskan membaca Ayat Kursi sambil mengambil pasir tanah di hadapannya.

Setelah selesai membaca Ayat Kursi, pasir yang Budi genggam itu dilemparkan ke arah sosok yang berdiri itu.

Tetapi, yang membuat kami langsung ciut, pasir tanah yang belum sempat mengenai sosok itu, menghilang di hadapan kami.

Kami bertiga langsung masuk tenda dan berselimut sleeping bed.

Setidaknya selama di dalam tenda itu, Budi, suara-suara aneh kami dengar dalam hembusan angin yang dingin.

Terlebih lagi saat akan memejamkan mata sekitar pukul 21.30 WIB.

Terdengar dengan jelas lantunan musik gamelan yang kami perkirakan berada di bawah tenda sisi kanan yaitu di dalam jurang.

"Biarin aja, anggap aja pengantar musik biar cepat tidur. Jangan lupa berdoa, paling telat kita jam 02.00 udah bangun ya teman-teman," kata saya dengan badan sedikit meriang karena ketakutan.

Karena energi yang terkuras saat melakukan perjalanan dari Ranu Kumbolo, kami bertiga cepat ingin tidur dalam senyapnya malam itu.

Namun, sebelum terlelap tidur, kami bertiga sempat mendengar seseorang bicara di depan tenda kami.

"Ampun tidak macem-macem nggih leee (jangan melakukan yang aneh-aneh ya nak)," ujar suara misterius khas seorang kakek.

"Nggih mbah, ngapunten kulo bade sare riyen nggih mbah (Iya mbah, permisi kami mau istrihat ya mbah)," Ujar Bagas menyahuti suara misterius di luar tenda saat itu.

Akhirnya kami pun terlelap hingga alarm berbunyi tepat pukul 02.00 WIB.

Setelah mempersiapkan diri dan memenuhi peralatan dan perbekalan, pukul 03.00 WIB kami pun berjalan melintasi jalur berpasir yang berat.

Meski jarak dari Arcapada ke Mahameru berjarak sekitar 800 meter. Tetapi karena medan yang berpasir, jalur itu sulit dilalui.

Akhirnya kami pun berhasil menggapai puncak Semeru sekitar pukul 04.50 WIB.

Lelah dan kejadian mistis yang kami alami bertiga pun terlupakan dengan panorama sunrise dari Mahameru.

~SELESAI~

Posting Komentar untuk "Cerita Horor : Menggapai Puncak Mahameru, Siapa Kakek di Luar Tenda Kami?"