Cerita Horor : KKN di Desa Penari, Versi Nur | Part 9
Foto : Twitter / @SimpleM81378523 (edit: riandi96). |
Wahyu pun ikut pergi, Nur terus menahan mulut Ayu. sampai Pak prabu datang bersama Anton dan melihatnya.
"kok isok koyok ngene to nduk" (kok bisa sampai begini sih nak)
Pak prabu, pergi ke pawon, ia kembali membawa teko air, Nur menahan isi kepala Ayu, dan meminumkanya.
tiba-tiba, ayu menutup mulutnya, namun, ia masih belum bereaksi, tidak beberapa lama, warga sudah berdatangan bersama Wahyu, saat itu, rumah itu di penuhi warga, tanpa banyak bicara, pak Prabu menyuruh beberapa orang untuk memanggil mbah Buyut.
dan warga itu pun pergi.
Nur menjelaskan kronologi kejadian itu, namun, ia meminta pak Prabu tidak menceritakan semua ini kepada warga, Anton dan Wahyu yang mendengarnya seakan tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Asu, kok isok loh" (anj*ng! kok bisa bisanya) Wahyu tampak merah padam mendengarnya.
pak Prabu pun mengumpulkan warga, meminta mereka semua pergi menyisir setiap penjuru Desa, ia beralaskan, bahwa Bima dan Widya hilang kemarin malam, dan saat ini belum kembali.
meski warga awalnya bingung, bagaimana bisa, namun mereka semua langsung bergerak, termasuk Wahyu
Anton pun begitu, ia ikut menyisir ke hilir sampai hulu sungai, sebisa mungkin dengan beberapa warga yang membawa parang dan berbagai barang yang tidak pernah ia pahami.
Nur terus menangis, melihat kondisi Ayu, membuat ia tidak bisa menahan kesedihan yang sudah memenuhi hatinya
pak Prabu meminta penjelasan lebih detail, setelah itu, Nur menunjukkan barang yang seharusnya ia berikan kepada pak Prabu saat mendapatkanya.
tepat ketika membuka kotak itu, pak Prabu yang melihatnya, kaget bukan main, sampai ia tiba-tiba berteriak marah "OLEH TEKAN NDI IKI?!"
(DAPAT DARIMANA KAMU BENDA INI!!)
Nur yang kaget, kemudian menjelaskan sisa ceritanya, disana, pak Prabu terlihat frustasi, ia kemudian mengatakan kepada Nur, "nek kancamu gak ketemu, ikhlasno, ben aku sing ngadepi masalah iki" (bila sampai temanmu, tidak ditemukan, ikhlaskan-
biar aku yang menghadapi sisanya)
Nur pun bertanya, benda apa itu sebenarnya, namun pak Prabu tidak bicara, ia harus menunggu datangnya mbah Buyut yang akan menceritakan semuanya.
berjam-jam sudah di lewati namun belum ada kabar satupun dari warga yang kembali, sampai terdengar suara motor mendekat, manakala Nur dan pak Prabu berdiri untuk melihat sesiapa yang datang,
mbah Buyut mendetak dengan tergopoh-gopoh, seakan mencari sesuatu,
mbah Buyut mengambil kawaturih, kemudian bertanya siapa yang punya, Nur mendekat, menjelaskan semuanya, ekspresi tenang mbah Buyut, tidak terlihat sama sekali.
kemudian ia menatap Ayu, helaan nafas berat mbah Buyut keluarkan, kemudian ia, meminta Prabu membuatkan kopi hitam
mbah Buyut duduk sembari berpikir, banyak pertanyaan yang ia ajukan mulai, sejak kapan ada benda seperti ini disini, lalu bagaimana bisa selendang itu di miliki Ayu,
Nur menceritakan semuanya,
saat menyesap kopi itu, mbah Buyut berujar "kancamu, keblubuk angkarah" (temanmu terjebak dalam pusaran)
"trus, yok nopo mbah?" (lalu bagaimana mbah)
"siji kancamu wes ketemu, tapi sukmane gorong, tenang sek, yo" (satu temanmu sudah ketemu lagi, tapi rohnya belum, sabar ya)
tidak beberapa lama, kerumunan warga mendekat, Wahyu masuk wajahnya pucat
seorang warga membopong seseorang.
ketika Nur melihatnya, ia tidak bisa menghentikan jeritanya, manakala melihat Bima kejang-kejang layaknya seorang yang terkena epilepsi.
Wahyu, segera memeluknya, menutupi Nur agar tidak melihat Bima yang menjadi seperti itu.
Mbah buyut kemudian mengatakan, bahwa bila sukma dua orang ini sedang terjebak, namun, ada satu orang yang bukan hanya sukmanya yang hilang atau di sesatkan, melainkan raganya juga ikut disesatkan, ia adalah Widya, orang yang paling di inginkan oleh, Badarawuhi namun, ia meleset
Mbah buyut menunjukkan kawaturih, yang harusnya memiliki pasangan, benda ini di letakkan di lengan seorang penari, sebagai susuk, entah ada kejadian apa, Badarawuhi menginginkan benda ini ada pada Widya, namun, Nur yang menemukanya, kemudian mengambilnya, membuat benda ini-
kehilangan pemilik, yang maka artinya, Nur yang memiliki, tapi, Nur di lindungi, itulah alasan kenapa Nur selalu merasakan bahwa badanya terasa berat di jam-jam tertentu, mbah Dok yang melindungi Nur sudah berkelahi hampir dengan setengah penghuni hutan ini.
setelah itu, pak Prabu meminta agar Ayu dan Bima di tutup oleh kain selendang, di ikat dengan tali kain kafan, membiarkanya seolah-olah mereka sudah tidak bernyawa.
mbah Buyut, pergi ke kamar, ia akan mencari Widya, menjelma sebagai Anjing hitam dengan ilmu kebatinanya
pak Prabu menceritakan bahwa memang ada rahasia yang tidak ia katakan dan alasan kenapa ia menolak keras di adakan kegiatan ini sejak awal.
tepat di samping lereng, ada tapak tilas, tempat penduduk desa ini mengadakan pertunjukkan tari, bukan untuk manusia namun untuk jin hutan
Ia mengatakan, dulu, setiap di adakan tarian itu, untuk menghindari balak (bencana) bagi desa ini, seriring berjalanya waktu, rupanya, mereka yang menari untuk desa ini, akan di tumbalkan, masalahnya, setiap penari haruslah dari perempuan muda yang masih perawan.
"tapi Ayu pak" kata Nur membantah.
"itu masalahnya" kata pak Prabu, "asumsi saya, Ayu sejak awal hanya sebagai perantara, ke Widya lewat Bima, namun, Ayu tidak memenuhi tugasnya, akibatnya, Ayu di buatkan jalan pintas, ia di beri selendang hijau itu. tau darimana selendang itu?"
selendang para penari.
pak Prabu kemudian duduk, matanya merah padam, "seharusnya saya menolak habis-habisan bila bukan karena dia adik teman saya" "selendang itu, adalah selendang yang keramat, tidak ada lelaki yang bisa menolak selendang itu saat di pakai oleh perempuan"
"nak Ayu tidak salah, nak Bima pun begitu, saya yang salah, seharusnya saya tolak kalian semua, toh anak-anak kami pun tidak ada yang tinggal disini, tempat ini, bukan untuk anak setengah matang seperti kalian"
mendengar itu, membuat Nur tidak kuasa melihat Ayu,
hari semakin petang, ketika Matahari sudah benar-benar tenggelam, terdengar orang berteriak heboh, ia meneriakkan bila Widya sudah ketemu, pun saat itu juga, Mbah Buyut keluar, wajahnya tampak kecewa, sepertinya ia tidak bisa membawa Ayu dan Bima pulang, lebih tepatnya belum
momen ketika melihat Widya, membuat Nur tidak bisa bicara apa-apa, ia berjalan dengan gaguk, seperti barusaja menghadapi peristiwa yang sangat berat, bahkan, Widya berjalan dengan mata yang kosong, ia melihat Ayu terus menerus, mencoba memahami situasi.
"Wid, tekan ndi awakmu" (Wid darimana kamu?) tanya Nur,
"onok opo iki Nur" (ada apa ini Nur) kata Widya, matanya sembab melihat Ayu dan Bima terbujur,
Nur tidak sanggup menceritakanya, Wahyu kemudian berdiri mengatakan semuanya, Widya menjerit sejadi-jadinya, semua diam. selang beberapa saat... Lanjut ke Part 10 (Ini adalah Part akhir dari cerita ini).
Posting Komentar untuk "Cerita Horor : KKN di Desa Penari, Versi Nur | Part 9"