Cerita Horor : Kaki yang Ke-15 Itu Bukan Manusia,Tapi... | Part 2 [Selesai]
Foto : Internet |
Asli jantung gue berdebar sangat kencang. Gue bangun dari duduk pelan-pelan, memberanikan diri gue mendekati teman-teman yang sedang tidur. Ada beberapa orang yang ditutup wajahnya. Gue hitung kembali dan jumlahnya masih 15.
Wajah yang ditutup kain ada 3 orang. Dan salah satu dari mereka gue gak tau siapa. Orang atau bukan, gue gak ngerti. Intinya satu dari mereka yang tidur bukan anak rombongan ini! Atau malah bukan orang! Sialan, gue makin merinding!
3 orang yang wajahnya ditutup benar-benar bikin gue penasaran. Apa gue harus ngebuka satu-satu, ya? Bagaimana jika tiba-tiba dia bangun dan mengejutkan gue? Bener-bener kacau! Namun di tengah kengerian yang sangat, gue malah datang ide bagus.
Bangun! Woy bangun lu semua! Bangun! Bangun! teriak gue membangunkan semuanya dengan membabi buta. Termasuk tiga orang yang wajahnya tertutup kain. Sampai gue tendang-tendangin.
Bangun! Buruan bangun! Salah satu dari lu semua bukan manusia! teriak gue memecah keheningan dini hari.
Eros yang pertama terbangun dalam keadaan agak panik. Dia langsung mendekati gue, Kenapa lu, Gin? Lu gak apa-apa? tanyanya. Yang lain beringsut bangun semua. Sampai yang ditutup kain 3 orang pun ikut terbangun dan menyingkap kain mereka. Gue bengong. Ternyata mereka bagian dari rombongan.
Gue segera pegang tangan Eros. Ros, sumpah ya. Tadi gue iseng ngitungin kaki anak-anak. Gue itung jumlahnya 15. Awalnya gue biasa aja sampai gue sadari bahwa 15 itu sama gue harusnya. Yang tidur di tengah-tengah kalian ada orang asing atau mahluk asing. Tapi gue gak tau siapa dan apa. Ada 3 orang ditutup mukanya. Awalnya gue curiga sama mereka. Tapi gue gak berani ngebuka penutupnya. Sekarang kebuka dan ternyata emang bagian dari tim. Trus siapa yang ke-15? Gue takut, Ros! kata gue cepet.
Eros hanya diam sambil memandang ke seluruh penjuru. Lalu dia senyum simpul. Gak pa pa, Gin. Mungkin ada yang pengen kenalan sama, lu. Cuekin aja. Udah beda alam ini. Banyak doa aja dan hindari pikiran buruk, kata Eros. Gue cuma diam sebab rasa ketakutan ini hebat banget.
Ya udah, lu tidur aja. Samping gue biar gak takut. Tenang, gue gak bakal ngapa-ngapain. Yang penting lu juga jaga pikiran lu. Usahakan tidak berkata buruk, berpikiran buruk. Udah yuk ah tidur, Eros mulai menyuruh yang lain tidur merapikan kembali matras.
Kalo tidur semua, barang-barang siapa yang jagain? tanya gue.
Gak usah takut, Gina. Para pendaki di sini meyakini bakal dapat karma kalau macam-macam atau mengambil yang bukan haknya. Lu percaya ama gue, deh. Gue udah ratusan kali ke sini dan gak pernah kehilangan apa pun, Insya Allah, kata Eros.
Gue pun menuruti kata Eros. Gue tidur di sebelah kanan Eros persis. Sebelah kiri gue ada si Wildan yang kini jadi wakil ketua anak pecinta alam. Aman lah, ya. Bismillah. Semoga tidur gue tenang.
Waktu menunjukkan pukul 03.10 WIB. Gue tidur dengan memiringkan badan ke arah kanan. Gue pandangin wajah Eros. Lucu juga nih, anak. Bibirnya tipis untuk ukuran cowok. Alisnya tebal, hidungnya gak terlalu mancung tapi juga gak pesek. Yang bikin Eros menarik itu, matanya. Kayak mata kucing dengan sudut mata mengarah ke atas. Kumis dan berewok tipis menambah ketampanan Eros.
Eros tidur membelakangi Asep, anggota mapala yang bertugas mengatur logistik selama di Gede Pangrango.
Lama-lama memandangi wajah Eros, pelan-pelan mata gue kriyepan. Mata gue agak sedikit membuka ketika gue liat tangan Asep memeluk bagian perut Eros dari belakang. Ahelah, ada-ada aja si Asep kalo tidur. Pecicilan banget.
Dan ketika mata mau setengah menutup, seketika gue langsung terbelalak menyaksikan tangan yang memeluk Eros beringsut ke arah dada. Itu bukan tangan Asep. Tangannya putih banget, pucat, dengan urat-urat yang terlihat tapi bukan menonjol. Seperti tangan perempuan. Iya, itu tangan perempuan! Kukunya panjang dengan ujung kuku berwarna kehitaman. ASTAGFIRULLAH, itu tangan siapa?!
Mata gue gak mampu gue pejamkan lagi. Gue terus memandang ke tangan itu, lalu gue melihat ke wajah Eros. Tiba-tiba dari balik leher Eros, muncul rambut yang amat panjang hingga menutupi muka Eros dan dari balik telinga Eros ada mata putih semua yang menatap gue sambil berkedip sekali! BANGS*T! KUNTILANAK!
EROS!!!! Gue teriak sekenceng-kencengnya dan gue gerakkan seluruh tubuh gue, meninju wajah Eros dan kaki gue sampai menendang tubuh Wildan. Gue sampai menangis dan tubuh gue melemas. Dengan sisa-sisa tenaga gue, gue kerahkan untuk membangunkan semua anak-anak. Kali ini tangisan gue yang memecah pagi dini hari berhasil membuat semua orang kalut. Kenapa lu, Gin? Kenapa? tanya mereka hampir berbarengan.
Pulang! Gue mau pulang! Ayo pulang sekarang! Gue udah gak sanggup. Pulang, Ros! pinta gue sambil nangis.
Semua tim terdiam melihat gue menangis. Ada Wildan yang langsung mengambil air putih. Minum dulu, Gin. Biar tenang, katanya.
Gue habiskan air putih sekali tenggak. Gue masih menangis. Eros pun gak tahan melihat gue bercucuran air mata. Dia memeluk gue erat banget. Gue tadi liat, liat ...., belum kelar omongan, Eros sudah menyuruh gue berhenti. Gak usah diomongin, gue udah tau, kata dia sambil terus memeluk gue.
Ya udah, sekarang jangan ada yang tidur. Bangun semua. Jagain Gina. Nanti jam 05.00 WIB, kita kemas-kemas, kita balik, kata Eros memerintahkan yang lain. Syukur alhamdulillah gak ada yang menggerutu. Mungkin mereka biasa dengan situasi seperti ini. Jujur gue sendiri merasa gak enak, tapi apa daya. Gue udah gak mau lagi berada di tempat ini. Gak cocok buat orang penakut kayak gue.
Semuanya beranjak membuat kopi dan bikin mie instan. Eros gak jauh-jauh dari gue. Gue akuin, walau pada nguap-nguap, tapi rasa setia kawan anak-anak pecinta alam ini patut diacungi jempol. Mereka gak ada yang mengejek gue dengan sebutan penakut, nyusahin, atau apa lah. Beberapa malah menghibur gue yang lagi merasa ngeri.
Matahari sudah mulai terlihat malu-malu di arah Timur, menyembul dari keindahan Gede Pangrango di pagi hari. Dinginnya menembus 3 lapis baju yang gue kenakan. Tim sudah selesai berkemas-kemas. Saatnya untuk balik ke Jakarta. Sebelum pulang, kami membaca doa kembali. Tim pertama jalan lebih dulu diikuti tim tengah yang terdiri dari aku dan ada Eros di situ. Gue berjalan mengikuti langkah kaki Eros yang sudah terbiasa dengan jalur agak licin karena embun.
Entah kenapa, Gue ingin menengok ke belakang, di tempat kami berkemah semalam. Gue perhatikan jajaran pohon dan ketika tersadar, di sana ada sosok wanita berbaju abu-abu melambaikan tangan! Damn! Gue menengok ke depan lagi dan mempercepat langkah. Alhamdulillah, perjalanan pun lancar dan kami sampai kembali di Taman Nasional Gede Pangrango. Tempat awal sebelum kami mendaki.
Itu lah pertama kalinya gue ketemu dengan mahluk tak kasat mata. Bahkan sampai detik ini gue masih ingat sekali pandangan matanya. Peristiwa ini sekaligus menyadarkan gue bahwa gunung memang tempat yang misterius di balik keindahan alamnya.
-SELESAI-
Posting Komentar untuk "Cerita Horor : Kaki yang Ke-15 Itu Bukan Manusia,Tapi... | Part 2 [Selesai]"