Cerita Horor : Kisah Seram Desa Gondo Mayit | Part 3
Foto : Twitter / @SimpleM81378523 (edit: riandi96). |
Halo sobat semua. Nah dibawah ini adalah cerita kelanjutan dari Cerita Horor : Kisah Seram Desa Gondo Mayit | Part 2 (silahkan di klik), dan bagi yang belum baca ceritanya dari Part 1 silahkan untuk dibaca dulu biar nyambung ceritanya dari awal). Oke mari kisimak langsung ceritanya dibawah ini...
Hal-hal ganjil seperti itu yang membuat mas Erik gak habis pikir. namun ia mencoba menahan diri. sampailah mereka di sebuah tempat, ada 2 tanah lapang yang kesemuanya sama, pemakman kembar, setidaknya itu yang terlihat. si mayit sudah di turunkan dan ketika keranda di buka, mas Erik hanya diam bengong melihat sesiapa yang akan di makamkan hari ini.
rupanya, yang akan di makamkan malam ini adalah, bocah yang tadi berdiri di depan pintu si mbah.
"Jan*uk lah" batin mas Erik, seolah gak percaya apa yang dia lihat, semakin di lihat, wajahnya semakin sama persis dengan apa yang mas Erik saksikan.
tidak mungkin ia salah lihat.
gw yang dnger mas Erik cerita menatap bingung. "mksude yo opo mas, cah sing di kbur iku podo mbek cah sing nggedor lawang mbah iku?" (maksudnya gimana mas, anak yang di kubur itu sama persis sama anak yang gedor pintu itu kah?)
mas Erik menghisap rokoknya, lama, lalu, mengangguk
"ra mungkin" (gak mungkin ah) kata gw mencoba berkilah, namun sanggahan gw hanya di jawab dengan wajah murung mas Erik, gak cuma itu, mas Damar yang terkenal realistis pun hanya diam, matanya tertuju pada segelas kopi yang mulai dingin.
Malam melanjutkan ceritanya.
mau tidak mau, mas Erik menyaksikan prosesi pemakaman itu. di tengah pemakaman, mas Erik melihat gelagat yang aneh, dimana, semua orang tampak sedang menari-nari, beberapa bernyanyi dengan nada gamelan mengalun-alun, yang lebih membuat mas Erik tidak bisa mengerti, adalah-
si bocah, di kubur dengan mata masih terbuka lebar.
gw gak bisa bedain antara mau ketawa atau menahan ngeri mendengar cerita mas Erik.
"piye maksude mas, cah iku wes mati opo durung asline" (gimana sih maksudnya, itu anak sudah mati apa belum sebenarnya?)
Mas Erik masih diam lama, kemudian mas Damar memotong cerita mas Erik.
***
Hening. sepi. sunyi. setidaknya itulah yang di rasakan mas Damar, ia terbangun meski mata masih terkantuk-kantuk. di lihatlah kesana-kemari, ia baru ingat, ia baru saja terlelap di atas ranjang rumah seseorang.
seorang wanita tua yang menawarkan rumahnya.
di carinya mas Erik namun tidak di temukan kawan seperjalananya ini.
maka, dengan tatapan kebingungan sekaligus penasaran, kemana semua orang pergi. mas Damar, mencoba memanggil-manggil mas Erik, namun tak kunjung ada jawaban, begitu juga dengan wanita tua itu.
dengan keadaan masih linglung, ia melihat kondisinya, ukuran Tes*isnya belum normal, namun jauh lebih baik di bandingkan beberapa saat yang lalu.
mas Damar berdiam diri sebentar, di lihatnya langit-langit dari teras rumah, masih gelap. ucapnya dalam hati. artinya, 1 malam-
belum terlewati.
mas Damar pun kembali masuk ke rumah yang lebih terlihat seperti gubuk itu. sampai, ia merasa penasaran dengan ruangan dalam milik si wanita tua itu.
dengan perlahan, mas Damar mendekat.
di dalam rumah, mas Damar mencium bebauan yang familiar, rupanya itu adalah bau dari daun sirih yang di gunakan wanita tua itu. bagaimana mas Damar tau bebauan itu, karena rupanya, mas Damar sudah sering menciumnya di rumah mbh buyutnya yang juga menggnakan itu tuk pembersih gigi
tangan mas Damar cekatan memeriksa rumah itu. meski tidak sopan, rasa penasaran mas Damar begitu besar, matanya sibuk mengawasi ini itu, sampai, pandanganya menangkap sebuah kotak dengan ukiran majapala, sebuah ukiran khas jawa, mas Damar pun, mendekat.
pelan, pelan, pelan.
rupanya, kotak itu tidak di kunci, dengan leluasa mas Damar pun mengangkatnya, namun, perasaan mas Damar mendadak tidak enak, bebauan yang awalnya di dominasi bebauan daun sirih tiba-tiba lenyap begitu saja, berganti menjadi bebauan seperti kentang atau umbi kayu yang di bakar
semua orang tau, bebauan itu bebauan apa. biasanya, ketika mencium bebauan lenguh seperti itu maka artinya, tidak jauh dari tempatmu berdiri, ada makhluk familiar yang sudah terkenal sedang mengawasimu. pocong.
namun, mas Damar belum tahu akan hal ini, ia nekat membuka kotak itu
begitu kotak di buka, mas Damar menatap heran, karena yang ia lihat hanya tumpukan pakaian bernuansa warna putih, tertumpuk berantakan begitu saja, maka mas Damar bersiap menutupnya lagi, namun, tiba-tiba dia curiga dengan pakaian itu.
di ambilah satu helai pakaian.
dan ketika pakaian itu terangkat di tanganya, ia memeriksa dengan seksama, sampai ia yakin dan menatap ngeri pakaian itu. rupanya itu adalah kain kafan yang sudah di ikat sedemikian rupa, membentuk sampul untuk mebungkus mayit.
mas Damar sontak melempar pakaian itu begitu saja.
tiba-tiba, ketika mas Damar bersiap untuk pergi dari tempat itu, matanya tercekat, menatap sosok yang tengah berdiri tepat di depanya. matanya hitam dan wujudnya sangat mengerikan.
kini ada sosok pocong tengah berdiri tepat di depanya.
ingin segera pergi, namun kaki mas Damar malah kaku tak mau di gerakkan, sementara si pocong masih berdiri memandanginya.
bila ada satu permintaan yang bisa mas Damar minta, mungkin ia akan meminta untuk jatuh pingsan. sungguh, peristiwa itu benar-benar peristiwa tak terlupakan
di situlah, akhirnya mas Damar mendengar suaranya.
lirih, namun membuat bulukuduk berdiri, si pocong mengatakanya. "tali pocong" "tali pocong"
mas Damar masih mematung, ketakutan benar-benar mengeraskan syarafnya, hingga, suara pintu terbanting membuat mas Damar tercekat panik
di lihatnya si mbah sudah kembali dengan wajah marah dan memaki, entah apa yang terjadi, ia melihat si mbah mencengkram ujung kain kafan si pocong, menyeretnya dengan tangan kosong lalu melemparkanya tepat di kebun belakang rumah gubuk itu.
kejadian yang baru saja terjadi,-
membuat mas Damar tidak habis pikir.
wanita itu menatap mas Damar dengan tatapan dingin sembari berujar "nek ra eroh opo opo, ojok grusak grusuk yo le, nyowo onok regane" (jika kamu tidak tahu apa apa, jangan sembarangan ya nak, nyawamu ada harganya)
kalimat itu masih terbayang di pikiran mas Damar bahkan hingga saat ini.
mas Erik baru sadar, sedari tadi, si mbah tidak kelihatan, padahal ia ikut karena si mbah yang menyuruhnya, di tambah rasa penasaran kenapa memakamkan seseorang saja sampai ambil waktu selarut ini, disinilah mas Erik di buat kaget.
"loh, tali pocong'e rung di buka iku loh"
(loh, kenapa tali pocongnya belum di buka?)
namun, tak seorangpun mendengarkan peringatan dari mas Erik, mereka tetap menutup lubang kubur dengan tanah, disinilah mas Erik merasakan firasat teramat buruk.
"Desa Edan" (desa gila)
maka, ia segera meninggalkan tempat itu.
sampai di rumah si mbah, mas Erik melihat mas Damar, mata mereka saling menangkap satu sama lain.
disini, mereka curiga.
Desa ini, mungkin bukan Desa manusia, namun ada hal yang lebih besar dari semua itu. ada misteri apa yang di sembunyikan di desa ini.
di tengah kebingungan, langkah kaki si mbah mengejutkan mereka, wajahnya yang sempat mengeras ketika melihat mas Damar kini sudah berubah seperti sedia kala, seperti saat pertama kali mereka bertemu dengan si mbah.
"le, kamar'e wes si mbah siapke" (nak kamarnya sudah disiapkan)
mau tidak mau, mereka pun masuk ke sebuah kamar yang asing, tidak ada hal yang menarik selain ranjang dengan lasa(tikar anyaman) sebagai alasnya, namun, mereka sepakat, keganjilan semua peristiwa ini seperti mengerucut pada sesuatu. namun, belum ada yang berani menarik kesimpulan
sampai, di tengah keheningan ketika mereka sudah saling merebahkan tubuh untuk sekedar membuang lelah. terdengar suara yang tidak asing lagi di telinga mereka.
suaranya riuh, namun sangat tipis, seperti dari tempat yang jauh.
itu adalah suara pitik (ayam) yang pernah terdengar.
mas Erik lah yang pertama bangun, ia melihat kesana kemari untuk memastikan sesuatu sampai, mas Erik akhirnya menggoyangkan badan mas Damar, ia baru sadar, wajah mas Damar terlihat pucat pasi, seperti menyembunyikan sesuatu.
"Mar, krungu ora?" (Mar, dengar apa tidak?)
mas Damar masih diam, mencerna setiap kalimat mas Erik, sampai akhirnya ia mengatakan "Rik, awakmu percoyo, pocong ora?" (Rik, kamu percaya gak sama Pocong?)
kalimat itu mengingatkan mas Erik dengan peristiwa yang baru saja ia alami, matanya menatap tajam mas Damar, ia tidak tau harus menceritakanya darimana.
"aku tau krungu, jare'ne, suara pitik, iku nunjuk'ke nek onok pocong gok sekitar kene" (aku pernah dengar, katanya, kalau-
dengar suara ayam, artinya ada pocong di dekat sini)
"Mar" akhirnya mas Erik menceritakan kejadian yang menimpanya. "Deso iki gak beres, ayok minggat ae, nd*k mu wes gak popo toh" (Mar, desa ini gak beres, ayo pergi saja, tes*ismu sudah gak papa kan)
mendengar itu, mas Damar kemudian juga mengatakanya.
"Rik. koyok'e si mbah iki"
(Rik sepertinya si mbah) belum selesai melanjutkan kalimat itu, tetiba mata mas Damar menatap ke jendela kamar yang hanya tertutup gorden, disana, ia melihat wajah mengintip.
"Rik. minggat ae tekan kene" (Rik ayo kita pergi saja dari sini)
"opo to, onok opo?" (ada apa?)
"gok cendelo, gok cendelo!!" (di jendela!! di jendela!!) mas Damar menunjuk ke arah jendela, "gok cendelo onok si mbah!!" (di jendela ada wajah si mbah)
kaget, saat itu juga mas Erik langsung mengemasi barang bawaanya, di ikuti mas Damar, mereka bergegas keluar dari rumah itu, namun, baru saja membuka pintu kamar, di depanya, si mbah berdiri, wajahnya menatap mas Damar dan mas Erik bergantian.
"Kate nang ndi to le"
(mau kemana nak?)
mas Damar lah yang pertama maju. "Mbah, ngapunten. kulo bade mantok mbah" (mbah, mohon maaf, kami mau pulang)
"muleh nang ndi" (pulang kemana?)
"ten griya kulo mbah" (ke rumah saya sendiri mbah)
si mbah awalnya hanya berdiri, namun perlahan-lahan, tubuhnya- tertekuk, lalu membungkuk menatap mereka dengan senyuman paling mengerikan yang pernah mas Erik dan mas Damar lihat seumur hidup.
"Penyakitmu wes waras le?" (penyakitmu sudah sembuh kah nak?)... Lanjut Ke Part 4 (Silahkan di Klik)
Posting Komentar untuk "Cerita Horor : Kisah Seram Desa Gondo Mayit | Part 3"