Cerita Horor : Kisah Seram Desa Gondo Mayit | Part 4
Foto : Twitter / @SimpleM81378523 (edit: riandi96). |
Halo sobat semua. Nah dibawah ini adalah cerita kelanjutan dari Cerita Horor : Kisah Seram Desa Gondo Mayit | Part 3 (silahkan di klik), dan bagi yang belum baca ceritanya dari Part 1 silahkan untuk dibaca dulu biar nyambung ceritanya dari awal). Oke mari kisimak langsung ceritanya dibawah ini...
Mas Damar terdiam lama, disini, mas Erik yang kemudian maju."mbah, panjenengan-
sinten asline?" (sebenarnya anda itu siapa?)
saat itulah, senyuman buruk rupa itu menjelma menjadi suara tawa yang membuat mas Erik dan mas Damar menggigil karena ngeri, bulukuduk mereka berdiri, dan dada mereka berdetak tanpa henti.
"Deso Gondo Mayit" (Desa perenggut nyawa) kata si mbah, dengan langkah tertatih mendekati mas Erik dan mas Damar yang beringsut mundur, "sopo wes melbu Deso iki, ra bakal isok muleh le, wes, nurut'o omong si mbah"
(sesiapa yang sudah masuk ke desa ini, tidak akan bisa keluar-
nurut saja sama ucapan saya)
di tengah keheningan itu. suara ayam yang lirih itu terdengar semakin sering, "krungu suoro iku le?" (kalian mendengar suara itu nak?)
"Eroh artine?" (tahu artinya)
Mas Erik dan mas Damar masih menjaga jarak dari langkah si mbah,
"Mayit" (Pocong)
setelah mengatakan itu, seolah ada sesuatu yang membuat perasaan mas Erik dan mas Damar tidak enak.
benar saja. tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba terdengar suara pintu di banting dengan sangat keras, masalahnya,adalah setelah suara bantingan itu.
gubuk yang terbuat dari bambu itu, serempak terdengar suara gebrakan di semua sisi, si mbah tertawa semakin keras, nyali mas Erik dan mas Damar benar-benar di paksa sampai ke titik frustasi, karena tidak ada yang bisa ia lakukan.
seolah-olah kejadian ini seperti mimpi belaka.
suara-suara itu mengisyaratkan satu hal, di sekeliling rumah pasti ada sesuatu.
si mbah yang awalnya membungkuk, kemudian mulai terjatuh, terjerembab di atas tanah, dengan mata mendelik, melotot ke arah mas Erik dan mas Damar, si mbah mulai merangkak.
kedua kaki si mbah seperti lumpuh, ia merangkak hanya menggunakan tanganya, dengan bibir yang komat-kamit entah apa yang di ucapkanya. si mbah terus mendekat.
mas Damar sudah mulai melantunkan doa, meminta agar sesiapapun bisa menolongnya, mas Erik, hanya terdiam sembari meracau
"janc*k!! janc*k!!"
saat itulah, tercium aroma familiar yang seolah menyadarkan mas Erik dan mas Damar, aroma itu adalah aroma Sembujo.
aroma itu semakin menyengat.
semakin menyengat, suara ramai yang sedari tadi menciutkan nyali mas Erik dan mas Damar perlahan sirna.
"gok mburi onok lawang rik" (di belakang ada pintu Rik) teriak mas Damar, mereka bergegas lari, dan si mbah masih berusaha mengejar
di lihatnya kotak yang mas Damar lihat tadi, namun segera ia tepis pikiran-pikiran yang masih menyimpan tanda tanya, apa maksud dari kain kafan itu
yang ia lihat pertama dari halaman belakang rumah adalah berpetak-petak tanaman singkong.
aroma sembujo masih tercium menyengat, anehnya, hanya mas Erik yang menciumnya.
"melok aku Mar" (ikut aku Mar)
entah terjepit atau apa, mas Erik merasa, aroma ini seperti memberinya jalan
benar saja, langkah mereka perlahan menuju ke tanah hutan, pepohonan yang sedari tadi menjadi penanda perjalanan mereka kini mulai mereka telusuri. mas Erik meyakinkan mas Damar, Desa itu di huni oleh Mayat.
pertanyaanya adalah, kenapa mayat harus di kuburkan lagi.
"kain kafan Rik. opo onok hubungane?" (kain kafan Rik, apa ada hubunganya?)
mas Erik terlihat bingung.
"gok kotak sing nang pawon, akeh kain kafan di tumpuk" (di kotak yang ada di dapur, ada banyak kain kafan)
mas Erik dan mas Damar masih berpikir, sampai, ia baru sadar.
di tempat mereka berdiri. mereka tidak sendirian lagi
dari balik pohon, banyak sepasang mata yang mengawasi, dan setelah di perhatikan lagi, itu adalah sosok pocong, tidak hanya satu pocong namun hampir ada puluhan pocong, mas Damar dan mas Erik, terdiam mematung sendiri-sendiri
mas Damar lah yang mendengar suara-suara mereka, "Tali pocong" "Tali pocong"
"krungu ora Rik" (dengar apa tidak rik)
"krungu opo?" (dengar apa?)
"Tali pocong" (Tali mayit)
setelah mendengar itu, mas Erik baru paham. "kuburan." "kuburan mar,"
"Mayit'e tali pocong'e "
(Tali pocong di mayatnya) "rung onok sing di bukak" (belum ada yang di bukak)
mereka pun berlari, membiarkan pocong-pocong itu mengikuti. yang mengerikan, pocong pocong itu terbang di atas mereka.
"kuburan'e nang ndi?" (kuburanya dimana?)
"nang kono" (disana)
"itu ngapain pocongnya ngikutin gitu mas?" tanya gw yang penasaran.
mas Damar menatap gw, mencoba berpikir sebelum bilang. "ini cuma asumsi sih, tapi kayanya ada hubunganya sama mbah mbah yang kami temui" kata mas Damar,
mas Erik seperti mengiyakan ucapan mas Damar.
di tengah gelapnya hutan, mas Damar dan mas Erik gak berhenti berlari, alasanya, manusia normal mana yang gak ketakutan di ikuti hampir selusin atau lebih kain kafan terbang ke kiri dan kanan sembari mendengar mereka mengatakan tali pocong-tali pocong di sepanjang perjalanan.
setelah menembus rimbun semak belukar dan naik turun di tanah menanjak, mas Erik menunjuk sebuah gubuk satu-satunya. mas Erik tau, gubuk itu penanda kuburan kembar itu.
kenapa di sebut kuburan kembar, rupanya, ada 2 pemakaman yang sejajar dan hanya terpisah oleh pagar bambu.
pasak yang di gunakan untuk setiap makam pun hanya menggunakan pasak kayu, yang kebanyakan sudah lapuk tanpa ada penanda sesiapa yang di makamkan disana.
disini keanehan terjadi. pocong yang sedari tadi terbang di atas mereka, tidak ada satupun yang terlihat lagi. mereka lenyap
meski begitu. suara ayam yang pernah mereka dengar dari jarak yang jauh, kini terdengar sangat dekat. dekat sekali sampe mas Erik berasumsi, suara ayam itu kemungkinan berasal dari pemakaman ini. masalahnya, dimana ayam itu berada.
lain hal mas Damar, kini, ia bisa menciumnya.
aroma sembujo yang hanya tercium di hidung mas Erik, kini tercium juga di hidung mas Damar.
"Wangi" kata mas Damar, sembari melihat kesana-kemari, hingga, mas Erik menunjuk sesuatu, gundukan tanah, tempat pemakaman yang pernah mas Erik lihat.
"gok kunu, mayit sing di kubur mau"
semakin dekat, suara ayam terdengar semakin jelas, dan benar saja, dari jauh, terlihat seseorang sedang menggaruk-garuk tanah, di sekitarnya, banyak di kelilingi ayam berwarna hitam legam.
"Ayam cemani" kata mas Erik, mereka melihat dari jauh apa yang siluet asing itu lakukan.
"ASU!!" teriak mas Erik saat siluet itu melihatnya. "Lha iku lak si mbah" katanya.
bukan takut lagi, tapi mas Erik langsung lari, meninggalkan mas Damar yang baru sadar yang di katakan mas Erik benar sekali. si mbah yang sedari tadi tersaruk-saruk, mengejar mereka.
di tengah kepanikan itulah, aroma Sembujo yang misterius itu tercium lagi, lebih kuat dan mereka berdua bisa menciumnya, sangat jelas,
"Jem**t!! onok opo seh ambek alas iki" (J*****!!! ada apa sih dengan hutan ini)
disitulah entah karena kepepet atau apa, mereka malah mendekat
mendekat ke sumber aroma sembujo itu yang padahal mereka berdua tau bahwa itu adalah aroma dari..Wanggul.
namun, setidaknya aroma itu benar-benar membawa mereka ke jalanan yang tidak asing lagi.
mas Damar yang mengikuti mas Erik dari belakang, hanya mendengar, sekelibet suara
suara meraung, keras sekali seperti suara macan.
tanpa memperdulikan apapun dan bagaimanapun, tiba-tiba mereka sudah sampai di tempat yang mereka cari selama ini.
Pos ke dua, disana mereka bisa melihat pagar besi, tempat dimana cagar satwa beroperasi, dengan keringat dingin
mereka mendekat, ada sumber cahaya di dalam, di gedorlah pintu dan keluar pemuda setengah baya, memandang mereka dengan tatapan curiga.
"Sampeyan-sampeyan yang ninggalin KTP di pos 1 yo" (kalian yang ninggalin KTP di pos 1)
mereka pun mengangguk.
saat itu juga, si petugas-
melapor.
tidak ada yang tau satupun dari mereka bila bukan karena si petugas yang mengatakan sudah 2 hari sejak pencarian mereka di mulai.
"Goblok. nek kate nggok P******** lapo lewat kene? lewat Moj****** lak isok seh" (Bodoh!! kalau mau naik ke P********* kenapa lewat sini)
(kan bisa lewat Moj******)
sudah 2 jam mereka di ceramahi oleh pemuda paruh baya itu, wajahnya tampak sangar seperti sudah lama menahan luapan amarah, mas Erik dan mas Damar hanya diam mengangguk. pasrah. bingung, tidak tau harus mengatakan apa.
setelah beberapa saat, barulah terdengar suara motor mendekat, dan yang masuk kemudian adalah seorang pria, yang mungkin 10 tahun lebih tua, ia hanya mengenakan kaos kutang dengan sarung di lilitkan di tubuhnya.
wajahnya tidak kalah sangar, ia menatap mas Erik dan mas Damar.
kalimat pertama yang ia ucapkan bukan luapan amarah seperti penjaga di pos 2, tapi hanya pertanyaan yang membuat mas Damar dan mas Erik diam lama.
"Isih urip to awak awak iki?" (masih hidup ya kalian-kalian ini)
ia meneguk kopi di meja, kemudian duduk bersila di depan mereka. "wes ceritakno kabeh, nang ndi ae awak awak iki 2 dino iki?" (sudah ceritakan saja, kemana kalian selama 2 hari ini)
Lanjut Ke Part 5 (Silahkan di klik).
Posting Komentar untuk "Cerita Horor : Kisah Seram Desa Gondo Mayit | Part 4"